TANA TIDUNG – Penerapan kartu kendali untuk mengantisipasi kelangkaan LPG subsidi 3 kilogram (kg) dinilai tak berjalan efektif. Untuk mendapatkannya, harus menyertakan Kartu Keluarga (KK).
Sementara, penggunaan KK hanya berlaku sesuai dengan domisili saja, sehingga banyak warga yang jauh meski lama mengantre, tidak dilayani oleh pangkalan.
“Kami betul-betul kecewa, sebelumnya KK diberlakukan sudah cukup bisa mengambil LPG dan nyatanya sekarang ini sudah tidak berlaku lagi hanya sesuai domisili saja yang boleh,” ungkap Herman, warga Jalan Aman Tawa, Kecamatan Sesayap kepada media ini,
Ia menjelaskan, misalnya pemilik KK yang tinggal di Desa Tideng Pale maka KK pun hanya berlaku di desa yang sama sementara yang tidak sesuai KK tidak akan mendapatkan jatah sama sekali. “Saya sudah capek-capek datang ke desa sebelah seperti yang saya lakukan pada pembagian stok yang lalu tapi sekarang malah sudah tidak berlaku lagi, bikin capek saja,” ujar Herman (38).
Kata dia, sebelum diberlakukan adanya KK dan harga LPG Rp 35 ribu sama sekali tidak ada kelangkaan dan kesulitan bagi warga untuk mendapatkan gas melon tersebut. Tapi sekarang semuanya dianggap sulit walaupun harga eceran tertinggi (HET) Rp27 ribu cukup menjangkau warga khususnya yang tergolong tidak mampu.
Salah seorang pemilik pangakalan, Padlan (35) menanggapi hal itu. Ia mengatakan sejak diterapkan pembelian gas LPG 3 kilogram ini, memang masih ada saja warga yang merasa tidak kebagian atau mereka belum memiliki kartu kendali. Pasalnya pemberlakuan kartu kendali ini baru saja diterapkan.
"Kartu kendali ini didapatkan ketika warga membawa Kartu Keluarganya (KK) ke pangkalan.Nanti dari KK itu akan kami ambil datanya dan di buatkan kartu kendali pada warga tersebut yang dalam hal ini di buat oleh Disperindagkop. Setelah jadi baru diserahkan ke warga,” ujarnya.
Namun demikian, masih ada juga warga yang RT-nya berbeda membeli LPG di pangkalan miliknya. Dan ia menegaskan itu tidak boleh. “Jadi masing-masing RT harus membeli di RT-nya sendiri. Karena jatah dari agen dan instruksi dari Disperindagkop sudah seperti itu,"ujarnya
Menurutnya, warga yang RT-nya berbeda dan datang ke pangkalan miliknya, datang membeli karena di RT-nya sendiri tidak diberikan jatah. "Saya kadang heran ada warga bawa KK kemari pas saya cek KK-nya RT-nya berbeda. Tidak bisa. Saya juga kurang paham kenapa pangkalan di wilayah mereka tidak memberikan mereka tabung. Saya hanya sarankan untuk melapor aja langsung ke pihak Disperindagkop," kata Padlan.
Sementara itu, Kepala Seksi Perlindungan Konsumen Disperindagkop dan UMKM, Andi Burhan, kartu kendali dan Kartu Keluarga (KK) diberlakukan hanya ingin memudahkan dalam penyaluran dan pembagian tabung LPG bersubsidi tersebut. Dan sudah jelas, penerima yang berhak adalah mereka yang berpenghasilan Rp 1 juta per bulannya. Artinya bagi yang berpenghasilan di atas Rp 1 juta, dinyatakan mampu dan tidak berhak menggunakan LPG subsidi. “Bukannya yang sudah mampu mendapatkan penghasilan melebihi dari yang sudah ditentukan, kita ingin penyaluran benar-benar tepat sasaran,” tegasnya.
Lebih jauh ditambahkannya, sebelum diterapkan, sudah banyak laporan keluhan yang masuk ke pihakya. Hal itu dikarenakan tidak tertibnya proses pendistribusian. “Begitu kami tertibkan, kami atur, mau tidak mau, suka tidak suka harus ikut aturan,” jelasnya.
Sehingga tidak ada lagi oknum yang ingin bermain, oknum yang hanya ingin memperkaya diri sendiri saja dengan membebani apa yang sudah menjadi hak warga. Lanjutnya, dengan adanya Peraturan Bupati (Perbup) mengenai HET Rp27 ribu, maka termasuk pemberlakuan kartu kendali dan KK pun harus turut dipatuhi.
Pihaknya sendiri memastikan akan terus melakukan pengawasan secara berkala kepada seluruh pangkalan dan pihak terkait dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). (*/rko/zia)