Nah Kan, PPDB Tahun Ini SKTM Tidak Berlaku

- Minggu, 27 Januari 2019 | 00:39 WIB

TARAKAN – Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini berbeda jauh dengan tahun sebelumnya. Hanya zonasiyang dipertajam dengan melibatkan pemerintah daerah (pemda).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, saat ini untuk zonasi tidak murni keputusan dari pemerintah pusat saja. Tetapi juga ditentukan pemda. Pemda lebih mengetahui kondisi di lapangan, yakni melalui dinas pendidikan setempat.

Meski hampir sama, pihaknya tetap mengevaluasi penerimaan tahun lalu. Perubahan yang signifikan, tidak berlaku lagi surat keterangan tidak mampu (SKTM). Jadi, bagi calon siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu akan diverifikasi dari data kependudukan. Data kependudukan yang dimaksud merupakan basis data kependudukan penanggulangan kemiskinan dari Kementerian Sosial yaitu keluarga yang menerima program keluarga harapan (PKH) dan program-program kemiskinan lainnya termasuk yang diatur pemda masing-masing. “Jadi SKTM sudah tidak berlaku lagi, dan peraturan ini berlaku untuk semua jenjang pendidikan yang ada,” tuturnya.

Diakuinya kartu ini digunakan untuk menjamin bahwa keluarga miskin bisa mendapatkan sekolah, bukan untuk mencari sekolah elit atau unggulan. Tahun lalu SKTM banyak disalahgunakan, dan digunakan untuk berburu sekolah yang terfavorit. Sehingga pihaknya memutuskan untuk menghapus, karena berdasarkan dari evaluasi banyak menyorot pemalsuan dan penyalahgunaan SKTM.

“Karena itu sumber data anak miskin cukup dari data terpadu yang ada di Kemensosm terutama anak-anak yang menerima PKH, KIP atau bantuan siswa miskin dari masing-masing kabupaten, kota dan provinsi,” ungkapnya.

Diakuinya anak penerima bantuan dari setiap daerah juga perlu karena masing-masing daerah tentunya memiliki kebijakan untuk bantuan pada siswa kurang mampu. Hal ini juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Tetapi masing-masing daerah diwajibkan untuk menerbitkan petunjuk pelaksanaan (juklak) atau pedoman lebih lanjut sebagai turunan dari Permendikbud ini. Nantinya untuk implementasinya baik dari pengawasan maupun pengendalian, maupun penindakan, jika ditemui pelanggaran terhadap kebijakan zonasi akan diputuskan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Jadi sudah ada kesepakatan atau MoU antara saya dan Mendagri, untuk urusan kebijakan-Kebijakan dari Kemendikbud termasuk kebijakan zonasi itu, pengendaliannya nanti ditangani oleh Kemendagri,” jelasnya.

Pihaknya juga akan meningkatkan kerja sama untuk menyepadakan data yang ada di Kemendagri dan Kemendigbud. Yakni data kependudukan dan catatan sipil dengan data pokok pendidikan, sehingga nantinya saling melengkapi dan justru saat ini sedang dipertimbangkan untuk tidak memberlakukan lagi nomor induk siswa nasional (NISN).

“Karena digantikan dengan nomor induk kependudukan (NIK). NISN itu akan diberlakukan jika memang diperlukan tetapi jika nantinya NIK itu dianggap sudah memadai cukup dengan NIK saja,” katanya.

Apalagi dari Kemendagri akan menerbitkan kartu identitas anak (KIA). Sehingga cukup dengan KIA dan tidak perlu tumpang tindih. Sehingga data pokok pendidikan (dapodik) juga akan sama dengan apa yang ada di data kependudukan dan catatan sipil.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Tarakan Ilham Nor mengatakan, PPDB 2019 mendatang tetap berpegang pada zonasi yang dipertegas lewat satu zonasi. Untuk sistem yang tetap menggunakan komputer atau tidak, masih menunggu bimbingan. “Jika untuk zonasi itu menggunakan online, maka lebih bagus lagi,” ungkapnya.

Selama ini tidak ada masalah, zonasi yang diterapkan itu sudah benar. Hanya nantinya akan lebih spesifik lagi mengutamakan faktor kedekatan antara lingkungan dan sekolah. Pihaknya juga belum mengetahui bagaimana nasib anak-anak yang dideportasi dari Malaysia. Bagi anak usia 7 hingga 8 tahun sangat wajib, sehingga pihaknya masih terkendala. “Setiap tahun anak deportasi selalu ada dan berpengaruh pada siswa yang ada. Terutama usia yang sudah cukup akan tergeser dengan usia yang lain, sementara haknya ada di situ,” jelasnya.

Disdikbud mendorong adanya kebijakan khusus anak-anak yang dideportasi. Sehingga untuk anak usia 8 tahun diarahkan ke pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM). Bagi anak usia 6 tahun berikutnya tentunya tidak dapat masuk di sekolah formal.

Sementara itu untuk SKTM, diakuinya masih tetap akan diakomodir, karena jika tidak tentu menjadi masalah lagi.  PPDB, kata dia, 10 persen dari kebijakan daerah, dan 90 persen keputusan yang wajib. “Karena itu nantinya diatur dengan pedoman sendiri,” imbuhnya.

Halaman:

Editor: kalpos123-Azward Kaltara

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X