Gaji Aparatur Desa Naik

- Rabu, 23 Januari 2019 | 13:49 WIB

NUNUKAN – Wacana gaji perangkat desa disetarakan dengan gaji aparatur sipil negara (ASN) golongan IIA merupakan kabar baik bagi sejumlah aparat desa di Indonesia. Termasuk yang ada di Kabupaten Nunukan. Sebab, dengan penyetaraan gaji tersebut, maka penghasilan perangkat desa akan ikut meningkat.

Kepala Seksi Pengelola Keuangan dan Aset Desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Nunukan Feri Wahyudi membenarkan wacana tersebut. Kendati demikian, Pemerintah Kabupaten Nunukan sampai saat ini belum menerima regulasi baru mengenai gaji perangkat derah yang dinyatakan presiden akan ada perubahan.

Apalagi mengenai penghasilan tetap (siltap) ini diatur dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 47/2015 sebagai perubahan atas peraturan pemerintah nomor 43/2014 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 6/2014 tentang desa. Dimana, dalam aturan itu ada pasal yang mengatur tentang siltap atau penghasilan tetap perangkat desa beserta kepada desa.

Di pasal 81 PP 47/2015 disebutkan, siltap kades dan perangkat desa itu dianggarkan dalam APBDesa yang bersumber dari ADD. Nah, persoalannya nantinya, ada regulasi baru mengenai penyetaraan penghasilan tetap perangkat desa yang disetarakan dengan ASN golongan IIA. Kemudian berdasarkan masa kerja. “Tentunya pasal ini yang kami tunggu. Perubahannya seperti apa. Apakah tetap bersumber dari ADD yang kemudian ada pengaturan-pengaturannya, bahwa dibatasi misalnya 60 persen ADD itu untuk siltap atau 50 persen tergantung dari jumlah ADD yang diterima,” ungkap Feri saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (22/1).

Sebagai contoh, lanjutnya, dengan ADD yang berjumlah hingga Rp 500 juta itu maksimal 60 persen saja untuk siltap. Kemudian ADD dengan nilai Rp 600 hingga 700 juta maka maksimal itu 50 persen saja untuk siltap. Dan, di atas Rp 700 juta maksimal hanya 40 persen.

Nah, hal inilah yang akan menjadi persoalan ketika pasal tersebut tidak berubah. Yang pertama, mengenai kemampuan keuangan daerah itu sendiri. Dimana saat ini diketahui bahwa dengan minimun 10 persen saja dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dialokasikan untuk ADD bagi daerah itu masih menjadi persoalan. Di Nunukan saja, sudah bisa dibilang cukup berat untuk dilakukan walaupun tetap tidak mungkin tidak diikuti. Kenapa dinyatakan cukup sulit, karena dilihat dari penyalurannya. Tiga tahun terakhir ini penyaluran ADD itu selalu terjadi kurang bayar. Mulai ADD 2016. Ada yang sampai dibayarkan di 2017. Lalu, ADD 2017 dibayarkan di 2018. Dan, di 2018 masih saja terjadi kurang bayar sekitar Rp 19,7 miliar ADD 2018 yang harus dibayarkan di 2019 ini.

“Dari kejadian itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa hal ini cukup berat bagi daerah. Apalagi kalau gaji harus dinaikan. Maka porsi dari ADD ini juga harus lebih besar untuk menopang kenaikan tersebut,” ungkapnya.

Menurutnya, jika hal tersebut memang harus dilakukan dan wajib dinaikan maka dana yang sangat memungkinkan itu dananya langsung dari APBN. Tentunya, harus kembali lagi ke regulasi yang sudah ada. Tapi, jika dilihat dari pelayanan agar lancar disalurkan ke desa maka akan lebih baik jika biayanya itu dibebankan ke ABPN. Tidak lagi dari APBD.

Dikatakan, jika melihat porsi kenaikan gaji setara dengan ASN golongan II maka untuk perangkat desa yang ada di Kabupaten Nunukan itu dapat mencapai 50 persen ke atas. Sebab, standar gaji bagi kepala urusan (kaur) itu sebesar Rp 1.250.000 per bulan dan posisi sekretaris desa (sekdes) maksimal Rp 1.750.000 per bulan lalu kepala desa (kades) maksimal sebesar Rp 2,5 juta. Dan ini pun belum semua desa mampu memberikan penghasilan maksimal karena kemampuan ADD tadi. “Walaupun ADD-nya besar tapi ada batasan yang diberikan. Maksimal 60 persen. Walaupun memiliki ADD Rp 300 juta tapi dibatasi hanya 60 persen saja yakni Rp 180 juta saja untuk siltap. Dan, itu tidak boleh melebihi,” jelasnya.

Akhirnya, dari aturan itu maka ada beberapa desa yang kepala desanya hanya bergaji Rp 2 juta sebulan. Sekdes hanya Rp 1,5 juta. Jika misalnya aturan yang dikeluarkan wajib setara dengan ASN golongan II, maka jumlahnya akan lebih besar lagi. Untuk ASN golongan II dengan masa kerja 0 tahun saja itu mencapai angka Rp 2 juta per bulan. Jadi, jika harus mengikutinya maka gaji tersebut diberikan kepada jabatan kepala urusan (kaur). Maka, jabatan di atas kaur itu harus lebih di atas lagi. “Mungkin untuk sekdes itu mencapai Rp 2,5 juta  lalu kadesnya Rp 3 juta. Ini masih perkiraan saja karena regulasinya juga belum ada. Tentunya sangat memberatkan dalam proses penyaluraannya,” pungkasnya. (oya)

 

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X