WARGA negara Indonesia (WNI) yang berada di Sabah khususnya di Tawau menerima surat untuk data diri berupa warga pekerja haram sementara (PHS) oleh sejumlah perusahaan. Dokumen tersebut kabarnya sebagai kelengkapan administrasi selama bekerja di Tawau.
Seperti yang diterima Mul, bukan nama aslinya. Data diri berupa warga asing PHS dikeluarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. “Kegunaannya mungkin untuk keperluan di Tawau. Karena hanya bersifat sementara,” kata Mul.
Menurutnya, dokumen tersebut dapat dikeluarkan di mana WNI bekerja. Seperti yang dikeluarkan oleh Manpower Resources Sdn. Bhd. dengan biaya RM 800 atau mencapai Rp 3 juta. Untuk mendapatkan surat tersebut kemungkinan bagi WNI yang membutuhkan.
Dia menjelaskan, dalam dokumen tersebut cukup lengkap, mulai dengan nama asli, kewarganegaraan, jenis kelamin, nomor dokumen, masa berlaku dokumen tersebut, tanggal penerbitan hingga nama perusahaan.
“Ada masa berlakunya dokumen tersebut, jika telah berakhir kemungkinan dapat dilanjutkan,” ujarnya.
Dokumen tersebut diambil, karena ingin memudahkan pekerja asing di Malaysia. Cukup sulit mendapatkan kerja jika tidak mengikuti aturan yang berlaku. Walaupun harus mengeluarkan biaya yang cukup banyak.
Ia menambahkan, para WNI yang berada di Tawau akan berusaha mencari posisi lebih aman. Jika diminta untuk melengkapi dokumen dan diminta sejumlah pembayaran, tetap akan dilakukan. Demi kenyamanan dalam bekerja.
“Yang penting aman dan dapat digunakan. Daripada ketika ada pemeriksaan oleh aparat dan dipertanyakan cukup sampaikan bahwa dikeluarkan oleh perusahaan,” tambahnya.
Sementara, Kepala Fungsi Sosial dan Budaya pada KRI Tawau Firma Agustina yang dikonfirmasi media ini mengatakan, untuk dokumen tersebut harus ditelusuri terlebih dahulu. “Saya juga baru lihat dokumen tersebut, harus diketahui siapa yang bertandatangan di surat itu,” kata Firma Agustina.
Lanjut dia, KRI Tawau akan segera melakukan penelusuran terkait dokumen yang didapatkan WNI tersebut. Biaya yang dikeluarkan cukup banyak hingga RM 800. Karena dokumen tersebut baru pertama kali diperlihatkan. “Kami coba mencari tahun dari mana dokumen tersebut, apa lagi tandatangannya kurang jelas,” ujarnya. (nal/lim)