Lindungi TKI dari Tindakan Kekerasan

- Rabu, 2 Januari 2019 | 13:45 WIB

TARAKAN – Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Migran Indonesia, diatur untuk pekerja migran yang notabene dikenal sering menerima perlakuan tidak manusiawi.

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Keternagakerjaan Tarakan Wira Sirait mengatakan, sejak 2017 lalu, peraturan ini sudah ada tetapi baru dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Ini untuk melindungi para TKI yang bekerja di luar negeri. Terutama yang menerima tindak kekerasan maupun kecelakaan kerja.

“Jadi peraturan ini bukan hanya untuk kecelakaan kerja saja, tetapi juga untuk mereka yang menerima perlakuan tidak pantas dari majikannya,” katanWira.

Jika menerima perlakuan yang tidak baik, apalagi sampai terluka dan juga meninggal di luar negeri tempat TKI bekerja, maka pemerintah akan menanggung biayanya. Di 2017 lalu sudah tertangani, dan di 2018 juga telah diperbaharui dengan manfaatnya diperbaharui. “Dulu, untuk tindakan pemerkosaan tidak ditanggung, sekarang sudah ditanggung. Begitu juga jika TKI kembali ke Indonesia dan terjadi masalah seperti penipuan saat ini sudah ditanggung negara,” ungkapnya.

“Yang ditanggung yakni kecelakaan kerja dan kematian. Kecelakaan kerja ini termasuk juga dengan tindakan kekerasan seperti penganiayaan dan pemerkosaan,” ujarnya.

Karena berkaca dari tahun sebelumnya, saat TKI mendapat perlakukan kekerasan dari majikannya dan dipulangkan, seolah-olah pemerintah tidak perduli. Sehingga kepedulian diberikan dengan memberi perlindungan untuk warganya sekalipun bekerja di luar.

“Karena pemerintah ini mengharapkan para TKI bekerja dengan tenang,” ungkapnya.

Sampai saat ini, kasus yang ada di Tarakan masih nihil. TKI yang ada juga sebagian besar yakni yang bekerja di Tawau, Malaysia. Beberapa kali kejadian speedboat terbalik untuk TKI, dan terakhir di Sebatik diakuinya ternyata TKI yang mendapat kecelakaan itu tidak terdaftar. Sehingga tidak dapat mengajukan klaim.

“Masih banyak yang belum terdaftar, karena banyak faktor,” tambahnya.

Kendalanya saat peraturan ini diturunkan, para TKI sudah berada di Malaysia atau negara lain tempatnya bekerja. Bahkan sudah lama tinggal di sana. Pihaknya tidak mungkin mendata satu per satu para TKI, apalagi jika menjadi pendatang gelap.

“Sehingga sejak 2017 lalu, hanya TKI yang akan pergi bekerja yang mendaftarkan diri. Pihaknya menunggu di Nunukan, jika ada yang meminta visa berangkat ke Malaysia, maka akan didaftarkan dahulu menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” jelasnya.

Untuk pembayaran, totalnya Rp 370 ribu selama dua tahun untuk satu kali pembayaran. Jika akan memperpanjang lagi maka bisa menambahkan lagi. Angka ini masih cukup dan tidak terlalu berat. Untuk di Kaltara, sudah ada 3.800 TKI yang mendaftarkan diri di BPJS Ketenagakerjaan.

Diakuinya, sampai saat ini belum ada yang mengklaim untuk mendapatkan biaya tanggungan kecelakaan kerja maupun kematian. Padahal ini sudah mencapai dua tahun bergulir. Diakuinya, hal ini juga cukup sulit, karena jika TKI meninggal di luar negeri maka akan langsung dimakamkan. Tetapi untuk surat kematian, akan sulit untuk didapatkan. Biasanya TKI tidak memiliki kartu tanda penduduk, dan paspor juga ditahan.

“Karena ahli waris untuk mengklaimnya harus dibuktikan dengan surat kematian dan surat ahli warisnya. Karena Itulah yang masih menjadi kendala dan kelemahan dari para TKI,” terangnya. (*/naa/lim)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X