Semarak Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, tidak berdampak signifikan bagi usaha jasa percetakan seperti pada pesta rakyat sebelumnya. Mereka yang biasanya menerima jasa pembuatan spanduk, baliho, banner dan lainnya mengakui orderan masih stagnan.
LISAWAN YOSEPH LOBO
PESTA demokrasi biasanya membawa keuntungan bagi usaha percetakan di Bumi Paguntaka. Namun menatap Pemilu 2019, justru sepi orderan.
Hingga saat ini sektor usaha percetakan belum mengalami peningkatan penjualan seiring pelaksanaan kampanye pemilihan legislatif. Minimnya order, bisnis percetakan digital justru mengalami perkembangan. Alhasil persaingan bisnis pun semakin ketat.
Pemilik Damo Printing Saipullah membeberkan selama pemilihan dibatasi dan ditentukan, baik dari segi ukuran maupun penempatannya, pemesanan pun terbatas. Apalagi masing-masing kontestan politik tidak diizinkan mencetak sesuai keinginannya.
“Tidak seperti dua atau tiga tahun lalu, mereka berlomba-lomba pasang atribut kampanye. Sekarang sudah diatur dan dibatasi dari KPU, kontestan juga takut didiskualifikasi. Jadi biar banyak uang, tidak bisa juga cetak banyak-banyak,” jelasnya kepada Radar Tarakan saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (17/9).
Ternyata tak hanya dipengaruhi oleh pembatasan dari instansi terkait. Banyaknya pengusaha percetakan sangat mempengaruhi harga yang ditawarkan. Ia mengaku, dua tahun belakangan ini usaha percetakan berkembang pesat. Yang sebelumnya di Tarakan hanya delapan kompetitor, sekarang meningkat menjadi 13 kompetitor.
“Kalau kompetitor bertambah, biasanya bukan perang kualitas tapi perang harga. Yang pendatang kasih diskon, maka kami yang pemain lama jadi ikut-ikutan juga. Lebih gampang menurunkan harga lima ribu rupiah dibandingkan naikkan lima ratus rupiah,” katanya sambil tertawa.
Tahun-tahun sebelumnya ia menerima order dari luar kota, seperti dari Malinau, Nunukan, Tana Tidung dan Tanjung Selor. Namun pelaku usaha percetakan sudah berkembang hingga di daerah-daerah. “Di Tanjung Selor yang dahulu hanya dua, sekarang sudah lima percetakan. Di Malinau hanya satu, sekarang sudah ada empat, di Nunukan dahulunya hanya dua, sekarang sudah lima. Sekarang di Tana Tidung saja sudah ada dua, jadi masing-masing daerah sudah ada usaha itu,” jelasnya.
Jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya, pada setiap pesta demokrasi omzet mencapai 80 hingga 100 persen peningkatan dari hari biasanya. Namun sejauh ini, pihaknya justru belum menerima order pembuatan spanduk, banner, baliho untuk mempromosikan diri dari masing-masing caleg.
Berkaca dari Pemilihan Wali Kota (Pilwali) sebelumnya, omzetnya naik sebesar 20 persen. Biasanya selain baliho dan banner, kontestan caleg pun mengincar kartu nama dan stiker.
“Per Senin ini (17/9) ini saja kami belum ada terima cetak spanduk caleg untuk promosi dirinya. Hanya spanduk ucapan-ucapan saja,” terangnya.
Sepengetahuannya, dalam waktu dekat ini kontestan pemilu sudah diperbolehkan memasang alat peraga kampanye (APK). Ia pun tidak dapat memastikan kapan waktu yang tepat dibanjiri order.
“Tahapan pemilu itu tanggal 23 September sudah boleh pasang alat peraga kampanye, tapi sampai sekarang belum ada pesanan,” katanya.
Belum lagi naiknya nilai tukar dolar Amerika Serikat yang berdampak terhadap harga bahan baku percetakan. Sebelumnya per meternya seharga Rp 6.500, justru melambung Rp 8 ribu. Sama halnya dengan harga tinta, yang sebelumnya Rp 500 ribu, kini dibeli seharga Rp 700 ribu.
“Kendalanya juga dolar naik sangat berpengaruh terhadap bahan-bahan printing. Kita ambil barang dari Surabaya, karena transportasinya juga kan lancar,” tutupnya. (***/lim)
Dibatasi maka Kurang Bergairah, Dolar Naik Kompetitor Menguat