Menciptakan suatu karya yang bernilai tentu membutuhkan pemikiran dan jiwa seni yang tinggi. Termasuk saat membuat batik seperti yang dilakukan Ibu Bupati Bulungan, Hj. Titien Iriany Sudjati sejak 2016 lalu.
IWAN KURNIAWAN
SEJAK H. Sudjati dilantik menjadi Bupati Bulungan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 131.64-382 tahun 2016, berbagai hal juga turut dilakukan oleh sang istri sebagai Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Selain mengayomi ibu-ibu PKK, Titien juga mengembangkan suatu karya, yakni batik Dabuti (Dayak, Bulungan, Tidung) yang berangkat dari tiga etnis besar di Kabupaten Bulungan dan berupakan induk dari Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Jadi, motifnya diambil sedikit-sedikit dan digabungkan jadi satu.
Saat ditemui Radar Kaltara di rumah jabatan (rumjab) Bupati Bulungan, Jalan Jelarai Raya, Tanjung Selor Ibu Kota Kaltara beberapa hari lalu, perempuan yang dilamar suaminya pada 11 Juni 1982 silam ini menceritakan sedikit terkait awal mula pembuatan batik Dabuti tersebut.
Perempuan kelahiran Samarinda, 22 Februari 1955 mengatakan, sejauh ini ciri khas yang ada hanya satu jenis, yakni batik Bultiyak (Bulungan, Tidung, Dayak). Sementara seperti Malinau sudah memiliki banyak kerajinan tangan.
Berangkat dari itulah dirinya mulai melakukan kreasi agar batik yang ada tidak monoton dengan beberapa jenis yang ada itu. Melainkan harus ada kreasi lain yang tentunya tetap menonjolkan ciri khas dari Kabupaten Bulungan.
Alhasil, ibu dari dua bersaudara, Merry Kurniawati dan Zulham Adi Saputro ini berhasil membuat beberapa jenis kain batik baru yang diberikan nama yang berbeda-beda pula. Salah satunya batik Lamlai Suri.
“Saat ini sudah ada puluhan macam motifnya. Untuk yang jenis Lamlai Suri sudah ada saya berikan dengan Ibu Presiden waktu dekranasda,” ujarnya.
Dijelaskannya, untuk yang Lamlai Suri itu ada motif burung enggang, bunga anggrek, dan motif lainnya. Jenis Lamlai Suri itu pernah dipakai Polres Bulungan dalam lomba yang digelar di Kalimantan Timur (Kaltim) dan mendapatkan juara dua. Juara satu saat itu dari Kutai Kartanegara (Kukar).
Selama berproduksi, dia mengaku batik yang dihasilkan sudah ratusan lembar. Tapi, untuk sementara, Titien mengaku produksi batik Dabuti masih dilakukan di Jawa. Harapannya tetap ke depannya dapat diproduksi di Bulungan.
Sedangkan untuk pengembangan di masyarakat, sudah mulai dilakukan di beberapa kecamatan, di antaranya Tanjung Palas dan Bunyu. Jadi pengrajinnya itu terkumpul dalam satu kelompok dan mendapatkan pembinaan.
“Saat ini saya sudah mengarahkan melalui kegiatan PKK agar masing-masing kecamatan dapat memiliki motif batik masing-masing sebagai ciri khas dari kecamatan itu sendiri,” kata dia.
Dalam waktu dekat ini, lanjut dia, informasinya akan ada masuk untuk pengakuan hak cipta secara gratis. Sementara jika atas permintaan sendiri untuk pengakuan itu, satu jenisnya sebesar Rp 600 ribu.
Pastinya, sejauh ini untuk menetapkan nama dari beberapa jenis batik itu masih berproses. Karena tidak dapat sembarang memberikan namanya. Tentu harus disesuaikan dan melihat sejarah dari motif yang digunakan.
“Harapannya kain batik di Bulungan ini dapat terus dikembangkan. Jika perlu tidak hanya sampai di tingkat nasional, tapi sampai internasional,” pungkasnya. (*/eza)