PROKAL.CO, TARAKAN – Target 92 persen pemberian imunisasi kepada anak-anak hingga saat ini oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Tarakan belum dapat dipenuhi, dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang masih terkesan enggan memberikan imunisasi kepada anak-anaknya lantaran mempertanyakan kehalalannya.
Kepala Dinkes Tarakan, Subono mengatakan, rata-rata setiap tahunnya, imunisasi yang dilakukan hanya mencapai 80 persen, tentu ini jauh dari target yang ditetapkan yakni 92 persen. Lebih jauh diungkapkan Subono, dampak dari masyarakat yang tidak memberikan imuniasasi kepada anaknya, sang anak tersebut rentan terkena penyakit, seperti kasus di Kabupaten Asmat, Papua. “ Ada anak-anak yang meninggal karena terserang penyakit campak, padahal penyakit tersebut bisa dicegah seandainya anak tersebut diberikan imunisasi,” ungkap Subono kepada Radar Tarakan, Senin (22/1). Lebih jauh pria yang sempat menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Tarakan ini menjelaskan, kendala yang dihadapi saat ini adalah berkaitan dengan masyarakat yang memertanyakan kehalalannya. Faktanya, masih banyak orang tua yang beranggapan memberikan imunisasi kepada anak merupakan sesuatu yang haram. Sebab sebagian masyarakat itu berpendapat, dalam cairan campak terdapat salah satu unsur yang tidak halal karena mengandung babi. Padahal lanjut Subono, sudah ada fatwa atau keputusan dari MUI (Majelis Ulama Islam) pusat yang menegaskan bahwa imunisasi itu sudah halal. “ Bahkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, bahwa produksi vaksin dari Indonesia sudah diekspor ke luar negeri termasuk ke negara-negara mayoritas Islam, salah satunya Arab Saudi,” bebernya. Pihaknya bahkan beberapa waktu lalu mendatangkan MUI pusat dan Bio Farma yang merupakan salah satu produsen vaksin imunisasi di Indonesia.“Semakin banyak yang imunisasi, dapat mencegah terjadinya penyakit seperti campak, difteri dan penyakit lainnya yang rentan menyerang anak-anak,” ucapnya. Dirinya juga menjelaskan khusus kasus difteri sejauh ini dari 11 kasus, baru satu orang yang dinyatakan positif. Itu pun sudah mendapatkan penanganan langsung dengan menempatkannya di ruang isolasi RSUD Tarakan. “Tujuh orang sudah dinyatakan negatif terkena difteri, sementara 3 orang lainnya masih menunggu hasil pemeriksaan sampel di Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI,” bebernya. Dijelaskannya bahwa status Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri bisa dicabut bila tidak ditemukan lagi kasus serupa di Kota Tarakan. “Kalau tidak ada kasus lagi, insyallah awal Februari sudah dicabut,” pungkasnya.(jnr/zia)