MANAGED BY:
SENIN
02 OKTOBER
RADAR KALTARA | TARAKAN | BULUNGAN | NUNUKAN | MALINAU | KTT | KULINER | OLAHRAGA | ADV | KRIMINAL

RADAR KALTARA

Senin, 02 Oktober 2017 14:21
Lilin Malam Batik, Sonny: Tanpa Itu, Bukan Batik

Perjuangan Pengrajin Mempertahankan Kelestarian Batik Khas Tarakan

BAKAT PEMBATIK: Sonny saat membuat batik khas Tarakan yang terus dibudayakan dan dipromosikan agar menjadi primadona di kota sendiri. IFRANSYAH/RADAR TARAKAN

Berkat kerja keras yang tak pernah putus, kini membuat batik khas Tarakan semakin digemari masyarakat. Berikut adalah kisah pengrajin batik khas Kota Tarakan.

YEDIDAH PAKONDO

Di zaman yang makin canggih, para pengerajin batik harus berjuang mengembangkan keterampilannya. Mereka harus bersaing dengan mesin-mesin pencetak otomatis. Akan tetapi, para pengrajin batik tidak kehabisan akal. Mereka tetap berupaya untuk memasarkan produk batik agar tetap eksis.

Salah satu pengrajin batik Kota Tarakan, Sonny Lolong telah menekuni dunia batik sejak tahun 2012 lalu. Jika dilihat sekilas, pria berpostur tubuh kurus tersebut, mungkin tidak terlihat seperti pengrajin batik. Namun, Ia merupakan salah satu dari empat pengrajin batik terbaik di Kota Tarakan, yang dinyatakan lulus seleksi dari 20 peserta pengrajin batik di Kota Tarakan ini.

Ada yang unik dari sosok Sonny. Meski ia merupakan keturunan suku Manado, namun ia telaten dalam membuat batik khas Kota Tarakan. Awalnya soni “buta” akan seni kerajinan batik, bahkan sejak muda tak terpikir olehnya untuk menjadi pengerajin batik.

Akan tetapi, berkat inisiatif pemerintah yang melakukan penjaringan lewat berbagai seleksi dan psiko tes yang dilaksanakan pada tahun 2012. Dari 100 orang, terjaring menjadi 20 orang dan kemudian terpilihlah 4 orang pengrajin batik, yakni Anto sebagai pengrajin batik sosial, Dody sebagai penyedia batik seragam sekolah, Sri yang saat ini bakatnya terkendala karena masih sibuk untuk mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB), dan dirinya yang terpilih sebagai spesialis batik warna alam.

“Kami sama-sama pengrajin batik, tapi pada akhirnya berbeda jenis motif,” jelasnya.

Nah, karena proses pembuatan batik relatif panjang, dan dilakukan secara manual. Untuk sehelai batik cap, membutuhkan waktu yang cukup lama, apalagi jika dilakukan batik tulis, tentu akan menyita waktu selama berbulan-bulan. Namun saat ini Sonny hanya menggunakan batik tulis, sehingga waktunya tidak terlalu lama.

“Tapi kalau yang manual, yang asli batik, memang prosesnya panjang. Yang namanya batik, harus melalui perintangan warna, yakni lilin malam batik. Kalau tanpa itu, bukan batik namanya. Itu mungkin tekstil yang bermotif batik,” terangnya.

Menurutnya, ketertarikan masyarakat Kota Tarakan terhadap batik sudah mulai terjadi peningkatan. Sebab saat ini, sebagian masyarakat Kota Tarakan telah mengetahui tentang adanya batik khas Kota Tarakan.

“Itu memang sudah menjadi tanggung jawab kami sebagai pengrajin batik, untuk selalu dan selalu mengenalkan batik kepada masyarakat,” ucapnya.

Meski dikatakan telah mengalami peningkatan jumlah peminat, namun secara pribadi, Sonny masih belum dapat menghitung jumlah pembeli batik di toko batik miliknya. Akan tetapi, dalam satu bulan saja, batik khas Tarakan ini mampu terjual 20 hingga 40 buah.

“Walaupun sebagai pengrajin, menghitung jumlah pembeli bukanlah sebuah hal yang utama, tapi bagi saya yang terpenting adalah masyarakat Tarakan dapat mengenal bahwa Tarakan saat ini sudah punya batik khas,” tuturnya.

Namun sayangnya, penjualan batik saat ini ternyata juga kurang diminati para pejabat lokal. Sebab, menurut pengakuan Sonny, hingga kini hanya wali kota dan istrinya saja yang sering membeli batik khas Tarakan.

“Mungkin perlu gebrakan yang baru dari Pak Wali. Karena harapan kami, ini peluang teman-teman untuk memberdayakan masyarakat di sekitarnya,” katanya.

Keunikan batik Tarakan menang pada motifnya karena diangkat berdasarkan motif suku Tidung, dan kearifan lokal dengan mengambil tema flora dan fauna di Kota Tarakan, seperti mangrove dan bekantan.

“Kami berbeda dari motif Jawa yang cenderung lebih ke Flora. Tapi kami mengangkat suku asli Tidung,” bebernya.

Di hari batik nasional ini, Sonny dan rekan-rekannya akan melaksanakan kegiatan peringatan hari batik nasional, yang pertama kalinya dilaksanakan di Kota Tarakan. Dikatakan pertama kali, sebab selama ia menekuni karir sebagai pengrajin batik, belum ada kegiatan khusus untuk memperingati hari batik nasional.

Sonny berharap agar para pengambil kebijakan yang menjabat di Kota Tarakan, agar dapat menggunakan batik lokal Tarakan, sebelum membeli produk lain.

“Pakailah produk lokal Tarakan, apapun itu. Saya harapkan, batik Tarakan dapat menjadi tuan rumah di Kota Tarakan,” pungkasnya.(udn)


BACA JUGA

Selasa, 01 September 2015 09:51

Pamitan, Budiman Sebut ‘Jas Merah’ dan ‘Semut Api’

<p>TANJUNG SELOR-Masa jabatan Budiman Arifin dan Liet Ingai sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers