Ada cerita lain pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang dilakukan di ruang serba guna Pemerintah Kota Tarakan, dimana pada hari itu dihadiri puluhan anak berkebutuhan khusus berasal dari Sekolah Luar Biasa (SLB). Hiruk pikuk anak-anak yang berlari atau sedang bercengkrama dengan teman sebayanya menjadi pemandangan tersendiri.
Meskipun Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli sudah lewat, antusias anak untuk mengikuti perayaan ini cukup tinggi. Terlihat sorakan dan teriakan dalam setiap penampilan persembahan yang dilakukan dalam kegiatan ini.
Namun ada juga anak yang menangis mencari ibunya “Mama mana?,” teriak salah seorang anak yang histeris mencari ibunya namun berhasil ditenangkan oleh kesigapan salah seorang guru SLB. Acara peringatan kali ini diisi dengan tarian daerah, dan hal yang cukup luar biasa para penari yang berjumlah sekitar 35 orang ini merupakan anak-anak SLB yang berusia sekitar 13 sampai 15 tahun terdiri laki-laki dan perempuan.
Menari bukanlah hal mudah bagi sebagian orang karena menari butuh kerja keras untuk bisa bergerak mengalir seirama dengan dentangan irama musik daerah yang mengalun ikut mengahanyutkan penonton sekitarnya.
Tarian Ayam Trondol menjadi pembuka dari tarian-tarian lain yang akan dipentaskan di panggung. Tarian ini menceritakan mengenai permainan yang sering dilakukan oleh anak-anak yang bertujuan untuk mengisi harinya dengan senang ceria dan gembira.
Selanjutnya Tarian Kicir-Kicir. Siapa yang tidak mengenal tarian yang berasal dari Betawi-Jakarta yang selalu didendangkan dalam setiap perayaan ulang tahun Kota Jakarta. Dengan gemulai para penari bergerak mengikuti irama musik. Namun tidak sedikit juga yang lupa penari yang lupa akan gerakan selanjutnya, namun hal itu tidak menjadi penghalang untuk menyelesaikan setiap tarian.
Dari setiap tarian yang selalu didendangkan dari awal ada seorang guru SLB yang selalu setia mendampingi disamping panggung, Inggrid namanya merupakan guru yang mengajar di SLB untuk menari.
Beliau menceritakan memang tidak mudah dalam mengajar murid disabilitas ini. “Harus pelan-pelan dalam mengajarinya jangan memaksakan, karena kita tahu sendiri anak ini tidak seperti anak normal lainnya yang bisa dengan cepat bisa menerima setiap yang di ajarkan,” ujarnya kepada pewarta Radar Tarakan
Ada kesulitan tersendiri yang harus dirinya hadapi dalam menjelaskan setiap gerakan yang harus dilakukan. “Bisa sampai 3 sampai 4 bulan untuk menghapal 1 buah tarian dan itupun hanya untuk 10 gerakan saja,” ujarnya.
Sekalipun murid SLB ini merupakan anak berkebutuhan khusus, niat untuk belajar bisa dibilang “WOW” luar biasa “banget”. Inggrid selalu menanamkan motivasi “kenapa orang lain bisa kenapa kamu tidak”. “Tuhan tidak pernah menciptakan manusia yang tidak berguna di dunia ini, pasti ada tujuan dari semuanya,” ujarnya.
Bisa kita lihat sendiri orang yang memiliki keterbatasan masih bisa menunjukkan dirinya dengan tarian yang dipersembahkan pada saat itu. Dalam setiap penampilan tari, dirinya selalu memberikan ketukan sebagai tanda gerakan-gerakan mana yang harus dilakukan.
Perlu ada motivasi saat berada dipanggung karena bila tidak ada yang memberikan motivasi bisa saja murid yang menari ini langsung down, grogi tidak bisa bergerak sesuai dengan hentakan irama musik, memang butuh proses dalam menumbuhkan sikap tidak demam panggung.
Ada beberapa tari yang ditampilkan pada hari itu diantaranya tari Ayam Trondol, Kicir-kicir, Tari Tor-tor, Tari Sampek Dayak, Tari Jepen, Tari Roro Ngigel. Namun puncak dari kemeriahan Hari Anak Nasional terlihat saat alunan musik mendendangkan tarian Gemu Famire berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB).
Tarian Gemu Famire ini menghipnotios seluruh ruangan dengan alunan suara penyanyi yang khas membuat tubuh semua orang ikut maju mengikuti suara dendangan musik, ”Nona manis putarlah ke kiri ke kiri ke kiri dan ke kiri ke kiri ke kiri manis e..” teriak seluruh orang ruangan mengikuti suara penyanyi didalam lagu orang tua murid, guru dan murid larut dalam suasana kebersamaan menari. (***/fly)