PROKAL.CO, TARAKAN - Tidak tercapainya pendapatan asli daerah (PAD) Tarakan di tahun 2018 yang berdampak pada kemampuan daerah membiayai tunjangan penghasilan pegawai (TPP) aparatur sipil negara (ASN) dan beberapa pembangunan infrastruktur. Tidak tercapainya target PAD membuat aktivitas di pemerintahan berjalan tidak maksimal, nilai dia.
Ketua Komisi II DPRD Tarakan H. Adnan Hasan Galoeng menilai tidak tercapainya PAD disebabkan adanya sektor pelayanan perhubungan yang beralih ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara serta banyaknya ruko yang tidak mematuhi retribusi.
“Begini, karena itu sifatnya wajib, itu harusnya ada tindakan tegas. Lakukan pengosongan atau cabut izinnya mungkin itu bisa memberikan efek jera,” tuturnya, Jumat (14/12).
Menurutnya, seharusnya pemerintah bisa memanfaatkan fasilitas umum (fasum) secara efektif dalam meningkatkan PAD. Karena menurutnya selama ini masih banyak fasum yang belum dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan pendapatan seperti taman kota dan lahan parkir.
“Yang pertama PBB terus retribusi yang fasum-fasum betul-betul diterapkan. Karena ada beberapa perda (peraturan daerah) yang sudah kita hasilkan untuk dilaksanakan. Karena bagaimana pun juga PAD ini kan yang kita harapkan. Untuk membantu pendapatan Kota Tarakan,” jelasnya.
Ia melanjutkan, menurutnya selama ini retribusi Tarakan belum cukup banyak membantu. Karena selama ini Kota Tarakan hanya mengandalkan dana bagi hasil. Selain itu ia mengharapkan badan terkait yang menangani pendatapan harus lebih intens dalam pemungutan sehingga tidak memberikan celah bagi pelaku usaha untuk menghindari kewajiban membayar pajak.
“Jadi kita jangan hanya bergantung dengan dana bagi hasil saja. Kita meminta kepada pemerintah khususnya badan yang menangani masalah pendapatan pajak dan retribusi untuk betul-betul intens melakukan penagihan. Karena kan kewajiban bagi setiap warga untuk membayar pajak,” jelasnya.
Meski demikian, pihaknya telah memperjuangkan untuk menaikkan pajak bumi bangunan (PBB) guna meningkatkan PAD. Namun, upaya tersebut terhalang karena tidak adanya persetujuan dari Pemprov. Sehingga, mau tidak mau menurutnya pemanfaatan retribusi fasum yang ada dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan PAD tahun depan.
“Jadi begini, berbicara mengenai PAD memang waktu kami pembahasan di APBD tahun 2018, kami kan menginginkan kenaikan PBB. Kami meminta kepada pemerintah, PBB dinaikkan dari semua sektor pendapatan. Karena akumulasi itu kami mencanangkan Rp 134 miliar. Tapi dalam perjalanan waktu, di APBD perubahan kemarin ternyata tidak tercapai. Sehingga direvisi di Perubahan (APBD-P 2018). Tapi Perubahan kan ditolak. Mau bagaimana lagi,” imbuhnya. (*/zac/lim)